MALANG, Potretlensa.com - Dua pelaku pembalakan liar atau ilegal logging berhasil diringkus Polres Malang setelah masuk Daftar Pencarian Orang (DPO). Kedua pelaku yang diamankan berinisial SN (40) dan KS (58) warga Desa Gajahrejo, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang, disangkakan melakukan pembalakan liar di wilayah Perhutani RPH Kecamatan Gedangan, Kabupaten Malang.
Kasi Humas Polres Malang IPTU Ahmad Taufik menyampaikan, penangkapan terhadap kedua pelaku dilakukan oleh Unit Reskrim Polsek Gedangan di kawasan Pantai Watu Leter, Desa Sitiarjo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, pada Sabtu (3/6/2023) sekitar pukul 20.30 WIB.
“Dua orang terduga pelaku kayu ilegal berhasil diamankan, keduanya terdaftar dalam DPO,” jelas Iptu Ahmad Taufik.
Taufik menambahkan, bila pelaku ini telah diincar selama 1,5 tahun lamanya. Pasalnya aksi pembalakan liar itu terjadi pada November 2021 lalu, KS dan SN, serta dua orang lainnya kedapatan mengangkut dan menguasai kayu gelondongan tanpa dokumen.
"Ada delapan gelondong kayu hutan jenis Sono Keling tanpa disertai dokumen resmi di kawasan Perhutani RPH Bantur petak 88 M di Dusun Bajulmati, Desa Gajahrejo, Kecamatan Gedangan," urainya.
Dari pengembangan itulah, unit Opsnal Reskrim Polsek Gedangan berhasil mengamankan kedua pelaku. Kemudian dibawa ke Mapolsek Gedangan guna dilakukan pemeriksaan. Tetapi masih ada dua pelaku lain yang buron yakni KS dan SN, yang akhirnya dimasukkan ke DPO.
“Kasusnya terjadi pada November 2021, saat itu yang melakukan sejumlah 4 orang. Namun 2 orang berhasil kabur dan telah ditetapkan sebagi DPO,” ungkapnya.
Kedua tersangka sebelumya telah diamankan dan dijatuhi hukuman penjara 1,8 tahun dan denda Rp 500 juta, subsider dua bulan kurungan. Sementara dua orang tersangka lain telah ditetapkan dalam DPO.
Pihaknya kini masih melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap kedua pelaku. Pihaknya akan menerapkan Pasal 12 huruf E juncto Pasal 83 ayat 1 huruf B tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan terhadap keduanya. “Ancaman hukumannya maksimal 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2,5 miliar," pungkasnya.(*red)