Jakarta, Potretlensa.com - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) RI menilai adanya urgensi untuk menyusun suatu regulasi terkait penahanan ijazah oleh perusahaan guna mengisi kekosongan hukum. Sebab, penahanan ijazah berpotensi mencederai hak tenaga kerja.
Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Dhahana Putra mengatakan, penahanan ijazah tenaga kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) oleh perusahaan perlu mendapat perhatian serius.
"Namun, tentu kami meyakini perlu adanya kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai dampak kebijakan perusahaan melakukan penahanan ijazah tidak hanya bagi karyawan, namun juga perusahaan sebagai pertimbangan dalam perumusan regulasi," kata Dhahana dalam keterangan tertulis resmi di Jakarta, (10/8).
Ia menyayangkan penahanan ijazah seolah telah menjadi praktik umum dalam dunia bisnis, dirinya berpendapat penahanan ijazah berpotensi mencermati hak tenaga kerja karena membuat adanya potensi pembatasan hak mengembangkan diri bagi tenaga kerja untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik.
Dhahana mengakui bahwa dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan ataupun peraturan teknis belum ada aturan perihal penahanan ijazah, sehingga perusahaan dapat berinisiatif untuk membuat kesepakatan demikian dalam merekrut tenaga kerja.
Tetapi, lanjutnya, masyarakat kerap mengeluhkan persyaratan tersebut telah membatasi hak mereka untuk mendapat peluang yang lebih menjanjikan.
Kendati belum ada pengaturan mengenai penahanan ijazah, dia mengimbau agar perusahaan dapat menghargai atau menghormati hak asasi manusia yang dimiliki para tenaga kerja, termasuk hak mengembangkan diri, yang berpotensi dibatasi dengan penahanan ijazah.
"Perusahaan mungkin perlu mempertimbangkan dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 memperkenankan setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan
berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil," jelasnya.
Ia menyebut, pemerintah sedang melakukan pengarusutamaan bisnis dan hak asasi manusia di tanah air yang didorong melalui strategi nasional bisnis dan HAM. Langkah itu diharapkan mampu memberikan keunggulan kompetitif bagi perusahaan dalam persaingan global mendatang.
Dhahana meyakini semakin membaiknya kesadaran pasar global terhadap hak asasi manusia juga akan diikuti pada tataran nasional ke depan. Dengan demikian, perusahaan akan mengikuti perkembangan tersebut agar bisa lebih adaptif dengan tren dan kompetitif di pasar.
"Karenanya, kebijakan perusahaan yang kiranya dipandang berpotensi mencederai hak asasi manusia sebaiknya dipertimbangkan matang-matang mitigasinya," paparnya.
(Fauz)