Gresik, Potretlensa.com - Adanya pengurugan tanah di Desa Hulaan, Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik yang selama ini dalam pelaksanaan dipertanyakan masyarakat setempat.
Bahwasanya kegiatan pengurugan tanah dengan luas sekira 1000M2 sangat meresahkan warga sekitar karena Debu nya dan tidak nyamannya berkendara baik warga setempat dan lainya yang melintas jalan tersebut.
Salah satu warga setempat, Suhadak mengungkapkan, dirinya merasa dirugikan dan sangat kecewa adanya dampak aktivitas pengurugan lahan yang dekat tempat tinggalnya.
"Adanya debu dampak pengurugan itu, sangatlah kecewa dan dirugikan secara material serta harga diri merasa dihina dan tidak dianggap sebagai bentuk kemanusiaan sesama manusia," ungkapnya.
Terpisah, perwakilan pemborong pengurugan, Udin mengakui adanya kesalahan dan miskomunikasi. Ia menyampaikan permintaan maaf secara terbuka atas nama perusahaan maupun pribadi selaku perwakilan dari pemborong.
"Kami mohon maaf kepada warga terdampak dan sementara untuk aktivitas pengurukan lahan seluas sekitar 1000 M2 yang rencana akan dibuat pergudangan atau yang lainnya dihentikan dulu. Kami akan melakukan koordinasi dengan warga dan pemerintah desa agar bisa menemukan titik temu nantinya," ucapnya.
Hal itu ditanggapi salah satu ormas, Aulya mengatakan peraturan yang sesuai Perundang-Undangan Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, setiap rencana usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
Untuk kegiatan yang berdampak lebih kecil, minimal wajib memiliki UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan).
Pasal 36 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2009 menegaskan bahwa:
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan
Sanksi bagi pelaksana proyek yang tidak memiliki dokumen lingkungan diatur dalam Pasal 109 UU No. 32 Tahun 2009, yaitu:
Pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 3 tahun, dan/atau
Denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp3 miliar.
"Dengan aturan tersebut, warga Desa Hulaan menuntut agar pihak pemborong menunjukkan legalitas dokumen AMDAL atau UKL-UPL. Tanpa dokumen tersebut, proyek pengurukan dinilai cacat hukum dan bisa diberhentikan oleh aparat berwenang," jelas ketua DPAC Madas Menganti, Aulya.
Sementara, anggota dewan yang hadir ditengah dialog kedua pihak, Pondra menuturkan pemilik proyek yang seharusnya memberikan solusi sebelum berkegiatan pelaksanaan.
Ia menyebut, apapun macam bentuk pengerjaan itu ada sosialisasi ke warga setempat terlebih dahulu, untuk saling menjaga kondusivitas lingkungan.
"Karena pengerjaan ini dalam lingkup Komisi III yang membidangi lingkungan hidup, mari kita sampaikan," tutur politikus PKB yang juga tinggal di wilayah sekitar itu.
Tampak hadir dalam dialog perseteruan kedua pihak, anggota Polsek Menganti, anggota Koramil 0817/Menganti serta BPD dan RT setempat.
*Tomo